Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan belanja pemerintah antara Rp 2.795,9 miliar hingga Rp 2.993,4 miliar pada 2023 atau setara dengan 13,80 hingga 14,60 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Sikap pengeluaran ini sedang dipersiapkan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk peningkatan subsidi energi akibat kenaikan harga minyak mentah, yang diperkirakan sekitar $80 hingga $100 per barel pada 2023.
Dengan sikap ini, shock besar dari sisi subsidi yang saat ini kita hitung dan kelola pasti akan mempengaruhi sikap pada 2022 dan 2023,” kata Sri Mulyani dalam rapat dengan Anggaran DPR. Selasa (31,5).
Secara rinci belanja pemerintah tahun 2023 terdiri dari belanja pemerintah pusat sekitar Rp 1.995,7 miliar bus Rp 2.161,1 miliar atau Rp 9,85 bus 10,54 persen dari PDB dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 800,2 miliar Rp Bus 832,4 miliar atau setara dengan 3,95 Bus 4,06 persen dari PDB.
Belanja dianggarkan untuk berbagai pos belanja seperti belanja kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan dan infrastruktur. Sedangkan penerimaan negara ditetapkan sekitar Rp 2.266,7 miliar bus Rp 2.398,8 miliar atau 11,19 bus 11,70 persen dari PDB.
Berdasarkan nilai tersebut, penerimaan pajak pada tahun 2023 diproyeksikan antara Rp1.884,6 miliar hingga Rp1.967,4 miliar, atau 9,30-9,59 persen dari PDB. Kemudian PNBP diharapkan mencapai Rp 380,1 miliar bus Rp 427,3 miliar atau 1,88 persen bus 2,08 persen dari PDB.
Hibah tersebut diharapkan mencapai Rp 2 miliar bus Rp 4,1 miliar atau 0,01 bus 0,02 persen dari PDB. Tahun depan, defisit APBN ditekan menjadi 2,61-2,9 persen dari PDB atau Rp529,2 miliar atau Rp594,6 miliar.
Rasio utang kami dijaga pada 40,58 persen menjadi 42,42 persen dari PDB. Inilah sikap 2023 yang masih terpantau dengan tema APBN yang memiliki fungsi stabilisasi, alokasi dan efisiensi, distribusi dan sekaligus harus menjaga konsolidasi”.